Cerita Inspiratif Bhs. Indonesia

Renan dan Pohon Kawat Berduri

Oleh:Moh.Miftahunnada NF (IX-J)

 

Renan adalah laki-laki yang tumbuh di keluarga yang harmonis. Memiliki kepribadian baik, periang, cerdas, dan berperilaku santun di usianya yang terbilang masih sangat muda, menjadi daya tarik tersendiri bagi orang-orang disekitarnya. Daya tarik yang indah itu tercipta dari ajaran kedua orang tuanya. Sang Ayah, Tirta, merupakan tipekal ayah yang workaholic demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Walaupun memiliki jadwal yang padat, Tirta tetap meluangkan waktu untuk keluarga kecilnya. Sang Bunda, Ayu, adalah sosok bunda idaman, memiliki hati yang lemah lembut, perhatian, dan penuh kasih sayang. Ia sangat bertanggung jawab terhadap suami dan anak satu-satunya. Tak heran, jika keluarga tersebut dipandang harmonis oleh orang-orang sekitar.

 

Suatu ketika, Tirta, ayah Renan, mendapat pemindahan tugas kerja. Ia yang mulanya bekerja di dekat desa tempat keluarga kecilnya tinggal, kini harus pindah ke kota besar. Mendengar hal tersebut membuat Ayu dan Renan cukup terkejut. Mengawali kehidupan yang baru, tentu tak mudah bagi Renan. Terlebih ia harus beradaptasi dengan teman-teman di sekolahnya yang baru.

 

Pagi ini adalah hari keberangkatan keluarga Renan ke kota. Meninggalkan desa yang selama ini telah menjadi tempat ternyaman, memang sangat sulit dilakukan. Namun apa boleh buat, ketetapan telah ada dan harus dijalankan.

 

Tak terasa, 10 tahun telah berlalu. Renan yang dulunya adalah si kecil pemilik daya tarik karena perilakunya, justru sekarang berbanding 180 derajat. Kini, Renan telah genap berusia 17 tahun. Ia telah memasuki masa putih abu-abu. Ya, masa SMA lah yang membuat daya tarik Renan kecil hilang. Renan yang sekarang, telah mengalami banyak perubahan. Dari fisik, Renan memiliki mata yang teduh diselimuti alis tebal, hidung mancung, senyum manis dengan lesung di pipi yang hanya bisa disaksikan oleh sang bunda. Dari segi sifat, kini Renan dikenal dengan si kulkas berjalan. Hanya dengan orang-orang terdekat ia mau bercerita. Kecuali dengan Ayu, sang bunda. Bersama sang bunda, ia selalu menceritakan setiap kejadian yang dialami.

 

"Pagi, bunda!" sapa Renan

"Pagi juga sayang" jawab Ayu sambil menyiapkan sarapan untuk Renan

"Hari ini, menunya apa, bun?" tanya Renan

"Nasi ayam mentega. Menu kesukaan kamu, Renan" sahut sang bunda

Dengan cepat, Renan melahap sarapannya dan menghabiskan nyaris tak tersisa. Selesai sarapan, Renan pun berpamitan kepada sang bunda.

 

Sesampainya di sekolah, Renan menampilkan sosoknya yang dingin. Datang sekolah, mengerjakan tugas, berbicara seirit mungkin, dan tertidur jika tugas telah selesai ia kerjakan.

 

"Widiih, udah datangnya aja lo!" teriak Aldo sambil menepuk bahu Renan.

Ya, dari banyaknya orang yang mengenal Renan, hanya Aldo yang mampu memiliki akses berbicara lebih bersama Renan.

 

Tak lama setelahnya, bel masuk kelas berbunyi. Semua siswa segera mengikuti pelajaran. Diawali dengan pelajaran matematika yang cukup membosankan bagi kebanyakan orang terkecuali Renan hingga ditutup oleh pelajaran kimia yang cukup membuat kepala pening, semua telah dilewati Renan tanpa adanya hambatan. Tak terasa, bel pulang sekolah pun berbunyi.

 

Menghabiskan waktu 25 menit untuk kembali ke rumah. Saat Renan akan membuka pintu rumah, terdengar perdebatan yang mengusik telinganya. Ia pun lebih menajamkan pendengarannya.

 

"Kamu nggak bisa gitu, mas! Renan berhak menentukan cita-citanya sendiri!"

"Sekali saya bilang tidak, ya tidak, Ayu! Renan harus menjadi pemimpin di perusahaanku!"

"Kenapa sih mas, kamu selalu memaksakan kehendakmu ke Renan? Apa salahnya jika ia bercita-cita menjadi dosen? Toh, dosen juga tetap pekerjaan yang mulia."

"Berhenti melanjutkan perkataanmu, Ayu! Mas sudah pusing mendengarnya."

"Mas yang berhenti egois! Renan udah dewasa, keputusan ada di tangannya."

"Kamu masih berani menjawab, Ayu!" gertak Ayah Renan dengan tangan yang menampar pipi Ayu hingga Ayu tak sadarkan diri.

 

Renan yang mendengarkan perdebatan dan tamparan segera masuk ke rumah dan

"AYAH!!" teriak Renan dengan muka merah padam

"APA YANG UDAH AYAH LAKUKAN KE BUNDA, HAH?"

Renan pun segera menghampiri sang bunda yang tergeletak di lantai. Melihat Ayu tak sadarkan diri, Renan lantas berlalu dan membawa bundanya ke rumah sakit.

 

Beberapa jam kemudian, seorang dokter yang menangani Ayu keluar dari ruangan dan mengatakan bahwa saat ini pasien sedang dalam keadaan koma. Renan yang mendengar kabar tersebut terkejut dan segera berlalu mengabaikan panggilan sang ayah.

 

Renan merasa kalut, ia tak tau harus kemana. Hingga akhirnya, Renan memutuskan untuk mengunjungi Dimas. Ya, Dimas adalah teman masa kecilnya yang berada di dusun tempat Renan tinggal dulu. Melihat Renan datang, Dimas pun terkejut dan bertanya, "Hal apa yang membawamu hingga kesini?". Segera, Renan menceritakan kejadian yang telah menimpanya. Dimas turut prihatin atas kejadian yang menimpa Renan.

 

Dimas pun berdiri dan mengajak Renan ke pekarangan dekat rumahnya. Tangannya menunjuk ke barisan pohon yang mengelilingi pekarangan. Ia mengatakan, "Aku menanam barisan pohon itu tujuh tahun lalu untuk melindungi kebun dari tiupan angin kencang. Pepohonan ini tumbuh besar sejajar garis yang ada. Untuk membentengi rumahku dari binatang buas yang sering menerobos pada malam hari, aku meliliti pohon-pohon itu dengan kawat berduri."

 

"Setahun kemudian, aku lihat sebagian pohon mati gara-gara kulitnya tertekan kawat berduri. Namun, sebagian pohon lainnya masih bertahan hidup. Kawat itu seolah menjadi bagian darinya, sehingga pohon tersebut terus bertumbuh. Karenanya, kalau kau lihat barisan pepohonan ini, sebagian masih tegak berdiri mengalahkan kawat yang melilitnya, dan sebagian lainnya mati karena pertumbuhannya terdesak oleh kawat berduri."

 

Semua yang ada di sekitar kita selalu berubah. Selama matahari masih terbit, fajar esok hari pasti datang. Tidak menutup kemungkinan kita akan dihadapkan pada kondisi berbeda yang benar-benar baru. Kita dituntut untuk beradaptasi dengan segala yang terjadi didalamnya seperti kesempatan emas, tantangan, dan kesulitan. Hadapi perubahan yang terjadi dalam hidupmu dengan hati tulus ikhlas, tanpa menggerutu. Yakinlah seberat dan sesulit apapun perubahan itu pasti membawa kabar gembira yang akan menerbangkanmu pada keadaan yang lebih baik.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Travel to Goa Gong